Petani Tembakau Grobogan Tuntut Pemda

October 11, 2004 at 2:49 pm Leave a comment


Petani tembakau di Kabupaten Dmak, Jateng yang tergabung dalam Paguyuban Petani Tembakau Demak (PPTD) menuntut kepada pabrik rokok agar bersedia membeli hasil panen musim ini dengan harga yang sebanding dengan modal produksi.

Sementara itu, kepada Pemerintah Daerah setempat, petani menutut dialokasikan dana taktis untuk membeli tembakau agar menjaga stabilitas harga tembakau. Tuntutan tersebut mengemuka dalam audiensi antara petani tembakau, Pemkab Demak dan perwakilan dari pabrik rokok, di kantor Prasarana Wilayah Kabupaten Demak, Selasa (10/8).

“Kami menghimbau kepada pabrik rokok bersedia membeli tembakau hasil panen tahun ini dengan harga yang sebanding dengan ongkos produksi,” kata Ali Subkhan, Koordinator PPTD dalam forum audiensi tersebut. Dia juga mendesak kepada pabrik rokok, tidak membatasi masa penjualan tembakau, serta bersedia bertransaksi langsung dengan petani tanpa melalui calo. “Sedangan kepada Bupati, kami mendesak agar disediakan dana taktis untuk membeli tembakau petani,” katanya.

Awal Agustus ini, petani tembakau mulai memasuki masa panen. Namun mereka resah, karena sejak 2000 sampai 2003, harga jual tembakau berkisar antara Rp 2.000-Rp 6.000. Padahal biaya produksi per kilogramnya mencapai Rp 12.000. Karena rendahnya harga jual, pada panen tahun lalu banyak petani sengaja tidak memanen tembakau mereka, karena harga jual tidak bisa menutupi ongkos pemetikan dan pengeringan yang mencapai Rp 4.000 per kilogram.

Saat ini, lanjut Subkhan, hanya niat baik dari pihak pabrik rokok dan kebijakan pemerintah yang bisa menyelamatkan nasib ribuan petani. Pasalnya, saat ini nasib petani tembakau sangat bergantung pada hasil panen. Jika tembakau tidak laku, petani tidak mempunyai gudang untuk menyimpan tembakau. “Kalau Pemkab, selain memiliki dana, juga mempunyai gudang untuk penyimpanan tembakau,” lanjutnya.

Penegasan yang sama disampaikan Supriyadi, lurah Desa Sumber Rejo, Mranggen, yang dikenal sebagai daerah sentra tembakau di Kabupaten Demak. “Hanya kebijakan pemerintah yang dapat mengindarkan petani tembakau dari kerugian ratusan juta rupiah,” kata Supriyadi.

Dari beberapa audiensi antara PPTD bersama Pemkab dan pihak pabrik rokok yang dilakukan beberapa kali sepanjang 2003, Subkhan dan Supriyadi menyimpulkan bahwa ada permainan di pihak pabrik rokok dengan menyatakan panen tembakau selalu melebihi produksi rokok, sehingga pabrik tidak bisa menampung semua hasil panen. Rendahnya harga tembakau juga sebagai dampak dari kenaikan cukai rokok. “Karena cukai dinaikkan, maka pabrik rokok sengaja menekan harga tembakau. Petanilah yang rugi,” kata Supriyadi.

Penyebab lain adalah, dalam membeli tembakau, pihak pabrik tidak bersedia datang langsung kepada petani, melainkan melalui calo. Akibatnya, harga tembakau semakin rendah. “Oleh karenannya, kami juga menuntut kepada Bupati untuk mengeluarkan kebijakan yang memotong mata rantai antara calo dan pabrikan,” kara Subkhan.

Setelah melalui pembicaraan panjang, akhirnya para perwakilan dari pabrik rokok yang hadir dalam audiensi tersebut menyatakan kesanggupan mereka membeli tembakau petani. Namun mengenai harga belum ada kesepakatan. Beni Siswanto, perwakilan dari Pabrik Rokok Djarum Kudus menyatakan bersedia membeli 1.500 ton tembakau petani di Kabupaten Demak dan Grobogan. Abdul Hadi, perwakilan dari Gudang Garam menyatakan akan membeli tembakau 750 ton khusus untuk tembakau di Kabupaten Demak dan Grobogan. Sedangkan perwakilan dari pabrik rokok lainnya meyatakan bersedia membeli 2.500 ton untuk wilayah Demak dan Grobogan.

Namun janji dari pabrik rokok tersebut belum bisa membuat petani tenang, karena seperti tahun sebelumnya, pabrik rokok hanya membeli tembakau dengan harga sangat rendah. “Inilah pentingnya dana taktis pemerintah untuk beesedia membeli tembakau petani. Dana taktis terseburt dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga,” kata Subkhan.

Atas tuntutan tersebut, Sekretaris Daerah Pemkab Demak, Taftayani mengatakan, pihaknya mengaku Pemkab belum bisa mengambil kebijakan. “Kami harus membicarakannya terlebih dahulu dengan instansi terkait,” ujarnya.

Sejak tahun 2000, kata Supriyadi, hampir setiap tahun petani tembakau selalu rugi, namun petani tetap menanam tembakau karena pada musim kemarau hanya jenis tanaman tersebut yang bisa ditanam. Sebenarnya Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat memerintahkan agar pada musim kemarau, petani menam jagung dan kacang hijau. Namun karena kesulitan air, jagung dan kacang hijaupun tidak menghasilkan panen.

Masalah kekuatiran anjloknya harga tembakau juga dialami petani di Kabupaten Kendal. Di daerah ini, ribuan petani mengkuatirkan rendahnya harga tembakau. “Sudah tiga kali panen yang lalu, harga tembakau rata-rata hanya mencapai Rp 8.000, padahal biaya produksinya mencapai Rp 12.000-13.000 per kilogram,” kata Habib, warga desa Cepoko Mulyo, Gemuh, Kendal.

Sebagaimana petani di Demak, petani tembakau di Kendal juga mendesak kepada pemerintah daerah setempat untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat menyelamatkan nasib petani.

Entry filed under: Artikel Purwodadi, Pertanian Grobogan, Potensi, Seputar Grobogan, Seputar Purwodadi.

Grobogan Tempo Dulu dan Sekarang

Leave a comment

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Bali NdeSo

telematika indonesia
telematika indonesia

Blog Stats

  • 165,593 hits